Powered By Blogger

Jumat, 21 Oktober 2011

cinta yang hilang ...


sekali-kali nulis tentang cinta.. mapala juga butuh cinta .

“Tangi le, wes awan!” suara seorang ibu yang membangunkan anaknya dari tidur lelap.
“Nggeh mak.” Jawaban ringan dari Arwan.
Arwan bangun dari tidur dan melihat jam di layar hapenya, pukul 3 pagi tepat. Bagi sebagian besar orang jam 3 pagi mungkin masih terlalu pagi untuk bangun tapi untuk Arwan jam 3 pagi berarti dia sudah terlamabat 30 menit untuk melakukan kegiatannya sehari-hari.
Arwan harus harus bangun sepagi itu karena dia sekarang berada di tempat perantauan kedua orang tuanya. Dia merubah semua gaya hidupnya ketika berada di sini, Lampung, karena dia sekarang mempunyai nama baru sebagai tukang bakso bukan sebagai mahasiswa di salah satu unversitas swasta di Solo. 2 bulan ini Arwan liburan akhir semester dan inilah kegiatannya saat liburan sebagai tukang bakso.
Arwan bergegas mencuci mukanya agar kantuk segera hilang dari matanya. Diambilnya setumpuk uang yang berada di laci di samping tempat tidurnya. Uang yang digunakan untuk membeli 7 kilo daging sapi, 5 ons seledri dan tentunya uang untuk menggiling daging agar menjadi adonan bakso, jumlah yang cukup banyak baginya.
“Mangkat sek Mak.” Arwan berpamitan pada Emaknya untuk pergi ke pasar. Pagi itu dia hanya berangkat ke pasar sendirian karena tetangganya yang juga berprofesi sebagai tukang bakso kebetulan libur.
Arwan bernyanyi lirih dalam perjalanan ke pasar untuk memecah kesepian pagi itu. Perjalanannya menuju pasar memakan waktu 7 sampai 10 menit melewati gang-gang sempit khas kota besar dan sesekali menembus jalan besar dan masuk dalam gang lagi. Jika Arwan bosan degan nyanyiannya maka ia akan berganti melantunkan ayat Al Qur’an, Al-Falaq yang sering ia baca ketika dalam perjalan pagi buta seperti ini. “Katakanlah: aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh. Dari kejahatan Makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki”. Tak pernah ia lupa satu ayatpun dari surah tersebut karena ia memang yakin bahwa hanya dengan pertolongan dari Tuhannya dia bisa merasa aman dari kejahatan malam. Tikus-tikus dan kucing yang mengais makanan di tempat sampah seperti berpesta di waktu seperti ini, Arwan tak asing dengan pemandangan seperti ini karena dia menganggap merekalah teman-temannya di pagi buta itu.
“Sendirian aja dek?” sapa seorang satpam Bank Danamon yang kebetulan dilewati Arwan setiap pagi.
“Ehm, iya pak. Yang laen lagi libur.” Arwan membalas sapaan itu sembari tersenyum. Walau saling tak mengenal tapi mereka terlihat cukup akrab, mungkin karena mereka sering bertemu dan merasa senasip lebih mempererat hubungan itu. Senasip karena di pagi buta itu mereka sedang bekerja walau berbeda profesi.
***
“Kita cabut yuk.” Sayup terdengar suara seorang gadis belia berkata dengan temannya. Vina yang sudah tidak enjoy lagi berada di club malam itu mengajak temannya untuk pulang.
“Hah, apa? Loe ngomong apa Vi?”
“Kita pulang” Vina berteriak keras tepat di telinga Fira, karena dentuman musik khas diskotik begitu keras dan memekakkan telinga.
Fira yang sudah sempoyongan karena mabuk diseret keluar oleh Vina. Vina yang masih sepenuhnya sadar membawa temannya masuk ke dalam mobil Honda Jazz yang terparkir tak jauh dari pintu masuk. Vina tak seperti malam biasanya menikmati alcohol dan dentuman music di club malam itu  malam ini dia hanya duduk-duduk saja dan merasa jengah dengan aktifitasnya yang ia habiskan dengan hura-hura.
Vina memacu mobilnya dengan cepat karena ia ingin segera merebahkan tubuhnya ke tempat tidur kesayangannya. Jalan yang sepi membuatnya makin nyaman memacu kendaraannya, di tikungan setelah perempatan dekat pasar Kangkung dia mengurangi kecepatannya karena denyut nadi pasar itu sudah dimulai pagi itu. Para tengkulak sayur, penjual daging sapi, penjual sayur keliling yang akan membeli sayuran dengan membawa gerobak sayurnya dan laki-laki yang membawa ember di pundaknya, para pedagang bakso sedang membeli daging sapi.
Saat laju mobilnya melambat, Vina dengan seksama memperhatikan hilir mudik orang-orang di pasar itu. Pandangan yang tak asing buatnya tapi kali ini pemandangan itu mengganggu pikirannya dan membuatnya merasa sebagai orang yang beruntung karena dia bisa menikmati sesuatu yang ia ingin hanya dengan berucap saja maka keinginannya akan dikabulkan oleh kedua orang tuannya.
Ketika pandangan Vina kembali pada jalan, tiba- tiba dia tersentak dan seketika menginjak rem dengan keras karena ada seorang pemuda yang membawa ember di pundaknya yang hampir ia tabrak. Tanpa disadari Vina ketika dia asik memandangi orang-orang sedang sibuk dengan kegiatannya di pasar Kangkung, dia tidak memperhatikan jalan dan mobilnya berada terlalu menepi. Pemuda yang membawa ember di pundaknya itu terkaget dan ember yang penuh dengan adonan bakso seketika itu pula tumpah ke jalan.
“Mas gak apa-apa?” tanya Vina dengan nada menyesal.
“Ndak apa-apa mbak.” Jawab pemuda.
“Mas, sini saya bantu.” Vina menawarkan bantuan pada pemuda itu yang sedang memunguti adonan yang jatuh ke jalan itu.
“Gak usah Mbak, nanti tangan mbak kotor. Mbak langsung saja lanjutin perjalanan.”
Vina menuruti apa yang diminta oleh pemuda itu untuk tidak membantunya dan terus mengucapkan minta maaf. Tak lama berselang pemuda itu selesai memunguti adonan bakso yang dapat diselamatkan dan mencoba untuk melanjutkan perjalanannya tapi Vina menghentikan pemuda itu dan mencoba menawarkan sejumlah uang untuk ganti rugi.
“Mas, maaf saya gak bermaksud untuk menyinggung tapi saya merasa bersalah dan ini mungkin ada uang sedikit untuk ganti rugi.” Vina dengan canggung menyodorkan 5 lembar uang seratus ribuan.
“Gak usah mbak, gak ada yang salah dan gak ada yang rugi jadi mbak gak perlu ganti rugi. Ini hanya kesialan saja.” Pemuda itu menolak uang yang ditawarkan vina.
Sesaat kemudian pemuda itu minta undur diri karena emaknya sudah menunggu di rumah dan Vina pun menuju mobilnya dan melanjutkan perjalanannya.
“Da apa Vi.” Fira bertanya dengan nada mengigau.
“Gak ada apa-apa.” Vina memacu mobilnya dengan santai tak seperti sebelumnya.
Dalam perjalanan pikiran vina terganggu oleh sosok pemuda yang baru saja ia temui. Sosok pemuda yang terlihat begitu matang dan tegar. Pemuda yang mempunyai tatapan mata tajam, kulit kuning dan rambut lurus yang terurai biasa. Pemuda yang jarang ia temui karena pemuda sebaya dengan Vina yang sering ia temui dalam club malam biasanya bermata keranjang. Vina masih penasaran pada pemuda yang telah menolak uang setengah juta darinya, uang yang menurutnya cukup banyak bagi pemuda itu.
“Ah, apa cowok itu tadi benar-benar nyata?” gumamnya sembari memperhatikan jalan.
“Ehm… Ahhh, apa Vi? Dalam keadaan setengah sadar Fira menanggapi gumaman Vina.
Vina tak menanggapi kata-kata Fira dan terus memacu mobilnya di jalan sepi kota itu.
***
“Bocah iki sue men to?” keluh ibu Arwan yang sedang menunggu kedatangan anaknya dari pasar.
Tak lama berselangg terdengar langkah kaki dan suara pintu terbuka.”Assallamualaikun” Arwan mengucap salam pada ibunya dengan nafas agak ngos-ngosan. Maklum saja, Arwan harus mengangkat beban hampir 15 kg lebih di pundaknya sepajang perjalanan satu kilometer. Dan kejadian hampir ditabrak mobil membuatnya semakin terlihat lebih lelah dari hari biasanya.
Ibu Arwan merasa ada yang tidak beres dengan anaknya pagi itu. Dan ketika dia melihat adonan bakso yang ternyata lebih sedikit dari hari biasanya, diipun bertanya pada anaknya apa yang sudah terjadi. Arwan menjelaskan semuanya pada ibunya dengan seksama, ibunya pun tak menunjukkan wajah marah kepada anak sulungnya itu karena ia tahu bahwa anaknya sudah lelah dan tak mungkin ia memarahinya.
Saat sedang membuat bulatan bakso dari adonan, Arwan terlihat sering melamun dan kadang bakso yang ia buat jauh dari kata bulat.
“Nglamunke opo to le?” tanya ibu Arwan memecah keheningan.
Arwan tergaket oleh tanya ibunya dan merasa malu karena telah ketahuan melamun.”Ndak nglamun kok mak.”
Arwan kemudian melanjutkan membuat bakso tetapi pikirannya terus menerawang jauh pada wajah gadis yang hampir menabraknya tadi. Diam-diam Arwan menganggumi wajah gadis tadi, gadis yang mempunyai lesung pipit indah ketika tersenyum. Tak satu hal pun yang Arwan lupa tentang gadis itu, rambut hitam lebat yang terurai alami mendekati bahu, sepasang mata bening dan jari-jari yang lentik. Gadis yang berpawakan tinggi karena tingginya hampir sama dengan Arwan sendiri, ya,, gadis yang tinggi jika berpawakan seperti Arwan karena Arwan mempunyai tinggi 184cm.
Pukul enam pagi semua kerjaan Arwan untuk mempersiapkan barang jualannya selesai, bakso sudah ia wadahi ke dalam 3 plastik asoy besar dan bihun dan mie telor telah ia tata dalam gerobak. Setelah yakin semua sudah siap, ia pun bergegas berangkat mendorong gerobaknya ke pasar Cimeng yang letaknya satu setengah kilometer dari rumah kontrakannya.
Pekerjaan yang membutuhkan tenaga lebih karena ketika berangkat gerobak penuh dengan bawaan, jalan yang menurun semakin menyulitkan langkah Arwan karena ia harus menahan laju gerobak. 300 meter pertama ia harus melewati jalanan sempit di perkampungan itu, jalan berlubang dan banyaknya polisi tidur mengharuskannya memperhatikan langkah gerobak karena jika salah melangkah maka gerobak yang umurnya lebih tua dari Arwan itu bisa-bisa terguling. Setelah melewati jalan perkampungan ia akan menemui jalan besar, tapi di jalan besar inipun perjalanan tak menjadi lebih mudah karena turunan curam sepanjang 50meter siap menyambutnya.
Pukul 6.30 pagi Arwan dengan gerobak tuanya sampai di lapak kecilnya yang hanya mempunyai luas 2x3mter saja. Sesampaianya di lapak, dia menggelar sepandung melingkar yang menutupi gerobak dan meja kursi yang berada di dalam lapak tersebut. Hari ini Arwan mendapati janji Allah benar adanya ketika baksonya habis terjual dengan cepat. Pukul 10 pagi Arwan sudah membereskan lapak dan bergegas pulang. Senyum tak pernah lepas dari bibir Arwan dan ibunya. Ketika dalam perjalanan pulang, Arwan terus berucap syukur pada Tuhannya. Senyum–senyum sendiri, berdendang lagu tak pernah henti. Kemudian ia teringat akan ayat suci  Al Qur’an yang ia ingat dengan lekat.
“Karena seseungguhnya sesudah kesulian itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. A Lam Nasyrah 5-6” Arwan mengucap ayat itu dalam hati dengan kesungguhan. Betapa ia mendapati janji ALLAH memang benar adanya setelah mendapat kesusahan saat pulang dari memberi daging untuk membuat bakso, sekarang ia mendapat kemudahan saat menjual bakso tersebut.
***
Setelah bangun dari tidurnya, Vina merasa bingung apa yang harus dilakukannya siang itu. Hari minggu sekolahnya libur dan ia memutuskan untuk jalan-jalan mencari makanan atau sekedar duduk di taman kota yang letaknya tak jauh dari rumahnya. Taman Dipangga yang letaknya berhadapan dengan Polda Lampung memang menjadi tempat favorit Vina ketika ia merasa suntuk dengan kegiatannya, dia bisa menghabiskan waktu berjam-jam di taman ini, melihat hilir mudik kendaraan dan melihat anak-anak bermain bisa membuat pikirannya tenang dan seakan kegiatan dudu-duduk dan mengamati keadaan sekitar bisa merefresh kembali tubuhnya.
Dengan berjalan kaki Vina menuju taman Dipangga, sesampainya di taman ia memilih duduk di pojok depan. Taman ini berbentuk segitiga sama sisi yang membelah jalan di ujungnya. Di setiap sisi taman ini terdapat patung gajah, representasi dari pulau lampung yang terkenal dengan gajahnya.
Vina mendapati di saebelahnya seorang pemuda yang sedari tadi menunduk sambil mendendangkan lagu yang tak asing bagi telinganya. Pemuda yang duduk di sebelah gerobaknya dan nampak lelah karena keringat membasahi baju yang ia pakai.
Vina perlahan mengikuti irama yang didendangkan oleh pemuda itu, “I can’t escape this hell, so many times I’ve tried, I’m still caged inside, somebody get me trhough this nightmare, I can’t control myself”. Lagu yang sering ia mainkan di alat pemutar musiknya setiap pagi.
“Three Days Grace” Vina mencoba untuk memulai pembicaraan dengan pemuda itu.
Pemuda itupun menoleh pada Vina dan Seketika itu pula dia terkaget dengan sosok wanita yang ada di sampingnya. Dan Vina pun juga terkaget dengan sosok pemuda yang ada di sampingnya itu.
“Iya.” Jawab Pemuda itu dengan nada datar dan kemudian menundukkan kepalanya lagi.
“Sepertinya kita pernah ketemu. Mas yang tadi padi bawa ember dan hampir saya tabrak bukan?” Vina mencoba untuk meyakinkan dirinya bahwa pemuda itu memang benar seperti yang ia maksud.
“Sepertinya begitu mbak.” Jawab pemuda itu yang masih menunduk.
Vina kemudian menyodorkan tanganya pada pemuda itu, tanda ingin berkenalan dan mengenal lebih dekat.
“Gua Vina.”
“Arwan.” Pemuda itu menyambut tangan Vina sembari tersenyum.
“Aku minta maaf ya soal tadi pagi.” Vina meminta maaf untuk kesekian kalinya hari ini kepada Arwan.
“Wah mbak ini hobinya minta maaf ya, ndak apa-apa mbak.”
“Mbak? Gila loe, aku tu masih kecil jangan manggil aku mbak dunk, panggil ja Vina!”
“Ok mbak Vina, eh,,,Vina maksudnya.”
“Emang yang kamu jual apa Wan?” tanya Vina ringan.
“Ehm, yang di gerobak itu? Aku jual bakso Vi. Ikut emak aku di pasar Cimeng situ.”
Vina dan Arwan berbincang cukup lama siang itu, dari percakapan itu Vina menjadi tahu bahwa adonan yang tumpah tadi pagi adalah adonan bakso. Vina semakin merasa bersalah kepada Arwan, dia pun merasa malu dengannya karena sepagi itu Arwan sudah mulai bekerja sedangkan ia sendiri baru pulang dari senang-senang. Dalam obrolan Vina yang mendominasi pertanyaan antara mereka dan Arwan layaknya seorang tersangka atau saksi dalam sebuah kasus yang ditangani oleh pihak penyidik dari kepolisian, menceritakan semua yang ditanyakan Vina. Dari situ Vina mengetahui bahwa Arwan berasal dari Solo dan dia disini membantu orang tuanya. Dari percakapan itu Vina juga menyimpulkan bahwa Arwan adalah orang yang berpendidikan dan Vina tak percaya ketika Arwan bilang kalau dia tidak bersekolah.
“Aku pulang dulu ya Vi, emakku mungkin udah kawatir karena anaknya ini tak kunjung sampai di rumah.” Arwan meminta undur diri setelah mendengar suara adzan dhuhur.
“Ok, nice to meet you.” Sahut Vina dengan senyum.
“Nice to meet you too, I’ll see you later.” Arwan membalas sembari mendorong gerobaknya.
Tak lama berselang Vinapun pulang ke rumahnya, sepanjang perjalanan senyum kecil merekah dari kedua bibirnya. Perasaan senang karena mendapatkan teman baru yang menyenangkan, teman yang jarang ia temukan, teman yang berasal dari kalangan berbeda, teman yang unik menurutnya dan yang paling menyenangkan adalah teman yang mempunyai selera musik yang sama dengannya.
***
“Assalamualaikum.” Arwan mengucap sapa sembari membuka pintu rumah kontrakkannya. Gerobak sudah ia parkir di depan rumah.
“Walaikumsalam, mampir ngendi koe le? Yah wene kok lagi tekan umah.” Tanya emak Arwan karena anaknya pulang terlalu lama.
“Eem mau mampir neng taman Dipangga mak.” Arwan menjawab seadanya dan bergegas menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu.
Setelah mendirikan shalat, lelah setelah bekerja seharian mulai terasa menyerang tubuhnya. Wawapun tertidur sehabis shalat itu, masih dengan sarung yang membalut dalam perutnya.
Arwan menjalani hari-harinya seperti biasa, pukul 2.30 pagi ia bangun ke pasar Kangkung, pukul 6 pagi mendorong gerobaknya ke pasar Cimeng, pukul 1 atau pukul 2 siang sampai di rumah lagi dan istirahat. Tapi ada yang berbeda jika hari minggu, ia akan mampir di taman Dipangga dalam perjalanan pulangnya mendorong gerobak dari pasar Cimeng. Dia akan disana lebih dari satu jam duduk dan berbincang dengan satu-satunya gadis yang ia kenal dekat di pulau itu, gadis itu tentunya adalah Vina.
Hari minggu ini Arwan bertemu lagi dengan Vina di tempat yang sama seperti minggu lalu. Dan mereka berincang layaknya teman yang sudah saling mengenala sejak lama padahal mereka baru minggu lalu berkenalan. Arwan merasa mempunyai teman asik ketika berbicara, tidak memandangnya sebagai tukang bakso seperti orang lain dan memandangnya hanya sebagai sosok Arwan yang nyambung.
“Kamu masih sekolah kan Vi?” tanya Arwan pada vina mengalihakan pembicaraan yang ngalor-ngidul tidak jelas.
“Masih, sekarang aku kelas tiga Wan dan rencananya aku mau lanjutin kuliah di pulau jawa.” Jawab Vina dengan santai.
“Mau kuliah dimana Vi?” tanya Arwan dengan serius.
“Mungkin di Jogja atau mungkin di Solo, kalau di solo kan deket rumah kamu kan Wan?”
“Iya, deket rumah aku.” Arwan ingin melanjutkan kata-katanya bahwa ia sebenarnya juga masih sekolah di solo. Tapi ia kemudian mengurungkan niatnya karena ia ingin Vina mengenalnya sebagai dirinya seperti ini saja tanpa embel-embel yang lain.
Percakapan antara mereka berlanjut lebih lama dari minggu lalu, mereka mengontari apa saja yang ada di depan mereka, tukang siomay yang lewat, angkot yang kebut-kebutan dan sesekali mereka menertawakan diri mereka sendiri yang mereka rasa tidak lebih baik dari orang yang mereka bicarakan karena mereka hanya bisa berguncing saja.
***

Roni gelisah mendapati kekasihnya berubah akhir-akhir ini. Dan di hari minggu ini Vina tak mengangkat telpon darinya dan berpuluh sms juga tak dib alas oleh kekasihnya itu. Ketika rumah Vina ia telpon, pembantu Vina mengatakan bahwa Vina tidak ada di rumah sedari tadi, kemana dan dengan siapa pembantunya pun juga tidak tahu.
“Fir, loe tau dimana Vira?” Roni berkata dalam telepon dengan Fira.
“Aku gak tau Ron, bukannya tu orang jalan ma loe?” Fira balik bertanya pada Roni karena ia tahu jadwal temannya setiap hari minggu pasti jalan berdua.
“Gak tu Fir, gua dari tadi hubungin Vina gak diangkat, sms gua juga gak dibales.” Roni merasa kesal dengan kekasihnya dan melimpahkan kekesalannya pada Fira.
“Waduh, kok loe marahnya ma gua sich Ron, gua kan gak tau apa-apa. Akhir-akhir ini Vina juga jarang maen ma gua, tiap gua ajak keluar dia alesan terus.” Jawab Fira dengan nada yang juga kesal.
“Ya udah kalo gitu Fir, gua langsung aja ke rumah Vina.” Roni menutup telponnya dan bergegas menuju mobilnya untuk menemui Vina.
Tak lama berselang Roni sampai di rumah Vina, ketika mendapati Vina tak ada di rumah, Roni semakin kesal dan semakin penasaran dengan kegiaan kekasihnya akhir-akhir ini. Roni memutuskan untuk menungggu kepulangan kekasihnya itu, sembari duduk menunggu Roni mencoba menghubungi Vina tapi telponnya juga tak diangkat oleh Vina. Hampir satu jam Roni menunggu kepulangan Vina dan ketika kesabarannya mulai menipis, roni melihat sosok kekasihnya di seberang jalan.
“Dari mana loe Vi? Gua hubungin dari tadi pagi gak loe angkat. Vi jawab gua dong! Gua tu khawatir ma loe…” dan masih banyak pertanyaan lagi yang Roni keluarkan untuk memberondong kekasihnya.
Vina tak menghiraukan semua pertanyaan Roni, Vina terus berjalan menuju teras rumah dan kemudian duduk di kursi malas yang ada di sana. Sedetik kemudian ia baru menjawab semua pertanyaa dari kekasihnya itu. “Aku dari taman Dipangga, Hape aku tinggal di kamar jadi maaf kalau aku gak bisa dihubungin.”
Roni merasa ada yang berbeda dengan kekasihnya itu, mulai ada kata “aku dan kamu” panggilan yang tak pernah mereka ucapkan karena mereka terbiasa dengan panggilan “loe dan gua” atau panggilan sayang yang lain “honey, beib” atau penggilan sepasang kekasih khas anak muda jaman sekarang.
“Loe kenapa sich beib, akhir-akhir ini kok berasa beda?” Roni melembutkan nada suaranya untuk menghindari pertengkaran antara meraka berdua. Roni selama ini memang penuh perhatian dengan Vina kekasihnya itu, setiap ada pertengkaran atau sekadar salah paham maka Roni akan selalu mengalah.
“Aku gak pa-pa Ron, kamu gak usah kawatir. Aku cuma pengen sendiri.” Jawab Vina datar untuk segera mengakhiri pembicaraan yang sangat tidak dia inginkan saat ini.
“Ok sayang kalo loe butuh waktu sediri tapi… Tapi gua mohon sayang, kalo ada apa-apa ngomong dong ma gua. Gua tu care ama loe, gua sayang ma loe.” Roni mencoba memberi pengertian kepada Vina. Kemudian Roni mengecup kening vina dan berjalan menuju mobilnya.
Tanpa disadari Vina air mata mengalir dari kedua matanya ketika Roni beranjak meninggalkannya. Perasaan bersalah kepada kekasihnya karena selama ini menipu dirinya sendiri dan juga telah menipu Roni tentang perasaannya. Roni yang notabenya adalah bintang sekolah telah menjadi kekasihnya selama hampir dua tahun ini. Entah mengapa tak kunjung jua rasa timbul dari hati Vina untk Roni. Selama ini Vina pikir dengan berjalannya waktu maka rasa cinta kepada Roni akan datang dengan sendirinya tapi ternyata Vina salah. Cinta yang diharapkannya tak kunjung tumbuh dalam hatinya, dan semakin hari perasaannya semakin tersiksa. Vina tak mampu jika ia harus memutuskan hubungan dengan Roni, Roni yang telah memberikan pengertian begitu besar padanya tak mungkin dia tinggalkan begitu saja.
***
Dalam perjalan pulang dari rumah Vina, Roni semakin bingung dengan sikap Vina yang menurutnya aneh dan terlihat tak seperti biasanya. Besoknya ketika berada di sekolah Roni tak mendapati Vina di manapun. Di tempat tongkrongan seperti biasanya juga tak terlihat, ketika bertemu Fira, Roni menanyakan keberadaan kekasihnya itu tapi ia juga tak mendapatkan jawaban di mana kekasihnya itu berada. Roni akhirnya memutuskan menyambangi marker OSIS di mana Vina sering menghabiskan waktu di sekolah.
“Mat, loe tau gak di mana Vina?” Tanya roni pada Mamat yang kebetulan berada di ruang OSIS.
“Eh, ada apa Ron?” Mamat yang sedari tadi sibuk dengan komik, terkaget dengan suara Roni.
“Loe tau Vina gak hari ini?” tanya Roni lebih lantang pada Mamat.
“Duh, gua gak tau Ron. Tu anak akhir-akhir ini kayak selebritis, susah dicari padahal hari ini ada rapat buat siapin materi kegiatan besok,”
Roni pergi sebelum Mamat menyelesaikan kalimatnya. Mamat terlihat kesal dengan sikap Roni yang seenaknya saja, tapi Mamat hanya menggerutu lirih karena dia begitu takut dengan Roni. Roni yang berbadan tinggi besar tak mungkin ia lawan, dan juga Roni adalah kapten team basket sekolah ini. Team basket yang mempunyai teman banyak, team basket yang terlihat angkuh, dibenci oleh kaumnya tapi dicinta oleh kaum hawa.
Sepulang sekolah Roni langsung menuju rumah Vina karena ia merasa kekasihnya semakin berbeda dari biasanya. Dan juga hape Vina yang satu hari ini tidak aktif semakin membuat Roni penasaran. Suara bel rumah berbunyi dan tak lama berselang pintu rumah itupun terbuka, sosok wanita tua dengan gaun ala jawa menyambut Roni.
“Vinanya ada mbok?” tanya Roni pada pembantu rumah Vina.
“Duh, mbak Vinanya gak ada tu den.” Mbok minah menjawab Roni dengan perasaan yang takut karena ia diperintah oleh Vina untuk berbohong pada Roni.
“Kemana ya mbok kira-kira tu anak.” Roni bertanya lagi tanpa ada perasaan curiga sedikitpun pada mbok Minah.
“Duh, saya kurang tau den soal itu.”
Roni meninju tembok di tepi pintu rumah itu, dan mbok Minah seketika terkejut dan mengucap istigfar berkali-kali. Perasaan kesal Roni semakin tak terbendung karena sebagai kekasihnya, dialah yang paling berhak tau dimana Vina berada dan bagaimana keadaannya tapi akhir-akhir ini dia tak mendapati keadaan seperti yang dia inginkan.
“Ya udah mbok, nanti kalo Vina dah pulang bilang kalo Roni mencarinya dan suruh dia aktifin hapenya!” Roni berjalan menuju mobilnya dengan perasaan yang tak bisa digambarkan lagi. Suara ban mobil berdecit kencang ketika Roni meninggalkan rumah Vina.
Vina yang memandangi Roni dari dalam kamar hanya bisa termenung sedih karena dia tak punya jawaban untuk roni apabila mereka bertemu nanti. Kemudian Vina hanya bisa menangisi kelemahannya yang tak kuasa untuk berkata jujur pada kekasihnya.
Hari berlalu menjadi minggu dan minggu berlalu menjadi bulan, keadaan hubungan cinta antara Roni dan Vina terkatung hampir dua bulan lamanya. Roni semakin tak mengerti dengan sikap Vina yang selalu menghindar darinya. Fhari sabtu ini akan menjadi hari dimana dua bulan tepat Roni memendam rasa kesalnya pada kekasihnya yang semakin menjauhinya. Dan Roni berencana untk mencari Vina di manapun Vina berada, Dia akan menunggu seharian di rumah Vina jika Vina sedang keluar atau tak mau menemuinya, dia akan menunggu sampai Vina mau menemuinya dan menjelaskan semua sikap yang selama ini menjadi tanda tanya dalam benak Roni.
Siang itu, sepulang dari sekolah Roni untuk sekian kalinya mencari Vina di rumahnya. Jawaban tentang tidak adanya Vina di rumah selalu membayangi pikirannya, tapi Roni sudah mengukuhkan hatinya untuk menunggu Vina di rumahnya sampai kapanpun. Sesampaianya di gerbang rumah Vina, Roni melihat sosok gadis yang dicintaianya berada di teras rumah dan sedang duduk bersantai di kursi malas yang biasa Vina duduki ketika sore hari sambil mendengarkan lagu da membaca buku.
Roni kemudian bergegas menuju kekasihnya itu, wajah penasaran terlihat jelas dari wajah Roni. Vina yang mengetahui kedatangan Roni, tak menghindar seperti biasanya karena Vina merasa sudah terlalu lelah untuk terus berlari. Dia memutuskan untuk menyelesaikan masalahnya yang sebenarnya sederhana saja.
“Sayang, loe kenapa?” Roni betanya dengan nada yang lembut agar kekasihnya itu mau menjelaskan semuanya.
“Kamu duduk dulu Ron. Kamu mau minum apa? Jus alpukat kaya biasanya, mau?” Vina tak segera menjawab pertanyaan Roni tetapi malah mempersilakan Roni duduk dan menawarkan minuman favorit Roni.
“Gua gak haus akan minuman sayang tapi gua haus akan penjelasan loe.” Roni menegaskan tujuannya mendatangi kekasihnya itu.
“Kamu siap mendengar semua yang aku ucapkan Ron? Dan aku mohon kamu mau mengerti dengan semua penjelasanku.”
Roni menjawab dengan anggukan kepala.
“Akhir-akhir ini aku menghindar dari kamu karena aku merasa lelah dengan semua ini Ron,”
“Maksud loe?” Roni memotong penjelasan yang diberikan oleh Vina.
“Bentar dulu Ron, aku,,, aku selama ini berharap aku dapa mencintaimu seperti kamu mencintaiku,,, tapi rasa cinta yang ku harapkan tak kunjung tumbuh Ron. Aku tersiksa dengan kepura-puraanku padamu. Akhir-akhir ini aku berpikir keras dengan apa yang akan ku lakukan selanjutnya dengan hubungan kita dan sekarang aku punya jawaban untuk hubungan kita yang akhir-akhir ini semakin tidak jelas saja.” Kedua mata Vina terlihat sembab karena ia tak kuasa menyakiti hati pria di depannya itu.
“Loe ngomong apa sich beib, aku gak ngerti. Apakah cinta yang ku berikan selama ini kurang bagimu?” Roni tidak siap mendengar penjelasan yang telah diberikan oleh Vina dan ia tak percaya dengan semua yang diucapkan Vina baru saja.
“Kurasa kata-kataku tadi sudah jelas Ron, aku ingin mencintaimu tapi hatiku tak bisa. Jika aku terus melanjutkan hubungan ini maka sama saja aku menyakiti diriku sendiri.” Air mata yang tadinya mampu ditahan Vina kin tak kuasa ia bendung.
“Gua gak ngerti semua ini, Vi gua cinta ama loe dan gua gak mau lepasin loe gitu aja. Vi,,, kalo ada masalah kita omongin baik-baik, yang jelas gua gak mau pisah ma loe.”
“Semua sudah jelas Ron, kamu gak bisa paksa aku untuk lanjutin hubungan ini. Aku tersiksa Ron jika harus terus berpura-pura mencintaimu.” Vina berkata dengan perasayaan yang begitu menyayat hatinya, miris nasib cinta yang begitu diirikan oleh teman-teman tetapi semua tak seperti yang terlihat.
Suasana berubah menjadi hening, Roni hanya bisa terdiam membeku. Vina yang sedari tadi duduk di kursi malas kemudian bangun dan memeluk Roni, diucapkannya kata perpisahan lirih.
“Aku akan tetap mencintaimu sebagai temanku Ron, kau adalah orang terbaik yang aku kenal dan ku harap kau akan tetap begitu kepadaku.” Kemudian Vina melepaskan pelukannya dan beranjak masuk ke dalam rumah.
Roni merasa semua ini bagai sebuah mimpi buruk, dia belum sadar benar dengan apa yang telah terjadi. Kemudian ia bangu dari duduknya, menghela nafas panjang dan melihat keadaan sekitar. Walau dia merasa sedih tak terperi karena kehilangan seorang kekasih tapi ada suatu perasaan yang melegakan hatinya, setidaknya misteri cintanya telah terbuka dengan jelas dan rasa penasarannya sudah terbayarkan. Kemudian ia bergegas pulang dan melanjutkan kehidupan kecilnya tanpa Vina.
***
Vina merasakan kebebasan atas hatinya, kebebasan yang selama ini dia inginkan, kebebasan yang tak akan terbeli oleh apapun dan kebebasan yang membuat langkah kakinya meudah untuk melangkah ke depan dan melanjutkan hidup seperti yang ia inginkan.
Di hari minggu ini dia menuju taman Dipangga, kegiatannya selama 2 bulan ini. Tapi hari minggu ini dia tak mendapati Arwan di sana, seharusnya Arwan sudah berada di sana seperti biasanya, duduk sambil mendengarkan lagu dari pemutar musiknya. Dari kejauhan terlihat gerobak tua Arwan yang sedang di dorong oleh seseorang menuju taman Dipangga, Vina merasa hatinya tenang karena dia akhirnya bisa bertemu dengan Arwan. Tapi ketika gerobak bakso Arwan semakin mendekat, Vina tak mendapati wajah Arwan di sana.
“Pak, Arwannya kemana kok bapak yang dorong gerobaknya?” Vina bertanya dengan bapak yang sudah beranjak tua di depannya itu.
“Arwan pulang ke Solo mbak, mbak ini pasti Vina ya?” bapak itu menjawab pertanyaan Vina sembari memarkirkan gerobak baksonya.
Vina terkaget dengan kabar yang baru saja ia dengar, kabar yang menyebutkan bahwa temannya sudah pulang ke Solo tanpa berpamitan dengannya.
“Iya pak, saya Vina lha bapak ini siapa?” Vina penasaran karena bapak ini tahu namanya.
“Saya bapaknya Arwan mbak. Ini Arwan kemarin nitip ini buat mbak” Bapak itupun kemudian duduk di sebelah Vina dan menyodorkan sutat kepada Vina.
Vina yang tidak sabar kemudia membuka lipatan surat tanpa amplop itu.
Untuk Vina yang selama ini telah mengisi hari-hariku di pulau ini.
Sebelumnya aku ucapkan terima kasih karena telah mau menjadi temanku dan berbagi cerita denganku. Aku juga mau meminta maaf karena aku pulang ke negeri asalku tanpa berpamitan denganmu. Aku merasa senang bisa menjadi temanmu dan mudah-mudahan kita dapat bertemu lagi suatu hari untuk berbagi cerita lagi.

Entah mengapa Vina merasa sangat kehilangan dengan teman yang baru dikenalnya 2 bulan ini. Perasaan sedih yang tiba-tiba menyerangnya, perasaan yang entah mengapa tak bisa ia jelaskan dan perasaan yang membuat dunianya kembali murung. Bapak Arwan meminta undur diri pada Vina yang sedari tadi termenung setelah membaca surat dari Arwan. Kemudian suasana hening menggelayuti hati Vina, hanya hening karena dia sekarang tak tahu lagi harus berbuat apa. Lelaki yang diharapkan dapat mengisi hatinya telah pergi meninggalkannya.

Rabu, 19 Oktober 2011

Arung Jeram Bukan (Hanya) Untuk Yang Bisa Renang


Pada kenyataannya, kemampuan berenang tidak banyak terpakai pada saat kita hanyut di jeram karena kuatnya arus membuat kita hanya bisa mengikuti arus dengan metode hanyut yang biasa disebut sebagai safe rescue. Karenanya, pelampung wajib digunakan dalam pengarungan yang dilakukan oleh juara renang sekalipun!
Pelampung yang baik akan membuat tubuh kita otomatis menghadap ke atas permukaan karena daya apung pelampung bagian depan lebih tinggi dibandingkan bagian belakang. Dengan demikian, diharapkan apabila Rafter terlempar dan kehilangan kesadaran masih bisa bernafas karena posisi tubuh yang terlentang.
Cara hanyut di jeram juga berbeda dengan cara biasa karena posisi tubuh kita harus mengarah ke hilir sungai dan posisi kaki ke depan siap menghantam halangan yang ada di depan. Biasanya, halangan yang banyak terdapat di Sungai yaitu bebatuan (Stopper) yang akan sangat berbahaya apabila berbenturan dengan tubuh atau kepala. Namun bila kaki yang menghantam, yang kemudian disertai dengan tolakan akan membuat tubuh otomatis berputar dan terhindar dari benturan yang membahayakan. Paddle juga jangan sampai terlepas karena bisa digunakan untuk memberitahukan keberadaan kita kepada rekan yang lain.
Selain stopper, rintangan lain yang cukup berbahaya yaitu Hole (pusaran air) yang terbentuk karena dasar sungai yang mendadak turun secara drastis. Akibatnya, air berputar pada satu titik dan saat tubuh kita masuk akan dihisap ke bawah permukaan air sehingga sulit untuk keluar. Cara keluar dari Hole, biasanya dilakukan dengan memeluk kedua lutut di dada, tubuh dibulatkan dan saat mencapai dasar sungai segera mengambil arus dasar yang mengarah ke hilir.
Masih banyak lagi metode khusus cara hanyut di jeram yang sangat penting untuk dikuasai terutama pada pengarungan Grade 4 ke atas yang sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian apabila tidak dikuasai. Namun, semua tehnik tersebut tidak akan bermanfaat apabila kita tidak bisa mengatasi masalah utama pada saat hanyut di jeram.
Masalah paling vital tersebut yaitu rasa panik yang mendadak menguasai pikiran kita pada saat terlempar dari perahu. Akibatnya, semua tehnik menjadi terlupakan dan tidak terpakai. Pada akhirnya, bencanapun terjadi, kehabisan nafas dan air masuk ke paru-paru yang berujung pada kematian…

Selasa, 18 Oktober 2011

Daftar Sementara Anggota Rechta Mahupala Ums (yang belum segera daftar ulang)


Nama : Tri Wahyudi  
NPA : 2008/XIV-RECHTA/118
No HP : 085728010676
Alamat : Badran, Laban Rt.01/III, MOJOLABAN, SKH

nama : sumardi
npa: 2004/X-rechta/104
no telepon: 085643333848
alamat : jl anggur merah no 8f

NAMA : WAHYUDI EKO MURTANTO (LEDHIZ),
NPA : LUPA, ALAMAT : JL WADASSARI 1 NO 1 RT 06/02, PDK BETUNG, PDK AREN, BINTARO, TANGERANG,
NO HP/TELP : 085781151088/02193421251

Nama : Siti Nur Hidayah
NPA : 2008/XIV-RECHTA/120
No HP : 085742155663
Alamat : Jl. Tawang Sari GG. 4
(Nama Rimba: clurut)

Nama : Amir Kusbandono (Kampret),
NPA: 2006/XII-RECHTA/110
Alamat: Jl. Kesatrian VIII Rt.025/Rw.003
no hp : 085642022351
Kelurahan Kebon Manggis Kecamatan Matraman Jakarta Timur

Nama :Deny Alif Kurniawan
NPA : 2006/XIII-RECHTA/114
No HP : 082139165472
Alamat :WIDODAREN, NGAWI {JATIM}

Nama : Joko Masyudi (Monyonk)
NPA : 96/III-Rechta/052
Alamat :Jl. Elang No.37 Sanggrahan Joho Sukoharjo
Hp : 081393917776,02717096004,085725153445,087881454656,02719200103

nama: Eko Dharma Nugraha, sh. ( sebeh )
NPA : 95/ II-RECHTA/ 048
HP : 024 901 26158
ALMT : Jln. Karangrejo III/ 1 Banyumanik semarang ( perum Bina Marga DPU )

Nama. Andì sandra ariyanto (koplo)
Npa .2001/IV-RECHTA/087
Hp.081567845929
Alamat. Kd doro,kestalan o3/06 banjarsari,solo / jl soekarno hata km 2,5 ,muara rapak ,rt 01 , balikpapan kaltim..

Nama : Qomar Eko Murdiyanto (Shontonk)
Npa : 2004/X-rechta/092
Alamat : Jati Rejo RT 01 RW 07 Mulur,Bendosari,Sukoharjo Makmur
No HP : 085647098698

nama : Erna Setiyaningsih (gudir)
npa : 2010/XVI-RECHTA/127
alamat : Sukabumi, rt 06 rw 02, CEPOGO, BOYOLALI
no hp 085647128959

Nama : Eddy Priyanto Wahyu Sejati (KOPONX)
NPA : 2006/XII - RECHTA/107
No HP : 085725005450
Alamat : JL.haryo panular RT 8 / RW VIII,Laweyan,Surakarta

Nama :DIDIK DWI NURCAHYO
NPA : 2009/XV-RECHTA/125
Alamat: Jl. Kebon Kelapa Tinggi 018/008 Utan Kayu Selatan, Matraman, Jakarta Timur
No HP : 085842702777

Nama :Eko Cahyo Purnomo
NPA: 2000/VI-RECHTA/068 
Alamat:ciledug tangerang.
No:021-92344737
08569948806

Nama : Burhanudin Sholeh
NPA : 2008/XIV-RECHTA/122
No HP : 085647259122
Alamat : JM, kebakkramat, Karanganyar tentram

Nama : Arif Syaifuddin (Kompor)
NPA : 2008/XIV-RECHTA/117
No HP : 085647383465
Alamat : Jl. Sugiyopranoto, H:16, Asmil Ngeblokan Keprabon Ska

MUHAMMAD WASSALAM (gundhul rais)
2002/VIII-RECHTA/088
KADILANGU 03/IV BAKI-SKH
081 329 230 230

Nama:Tunggul Bahwono/bowo ( P-Thoxs )
NPA:2004/X-RECHTA/099
Alamat:Kp.Jembatan Rt.001/001 Kel.Penggilingan Kec.Cakung Jakarta timur - Jl.Masjid Al-Abror pd.Karya Rt.006/10 Pd.Aren Tangerang
No.Hp:085642230009,021-96794465,PIN 21440541

Tri Ratrianto Kurniawan, (Raden Codhot)
2002/VIII-RECHTA/083
Perum Solo Elok Arjuna IV Numb 62 Mojosongo 
085725573792 

Nama : Wahyu Setianto (Tenkleng)
NPA : 2006/XII - RECHTA/109
No HP : 085727432109
Alamat : JL.Delima, Ds.Pakis RT 02 / RW III,Tayu,Pati

 Nama Lis Setyo “Pachul” Nugroho
Hp:08164279205
NPA ku: NPA : 2000/VI-RECHTA/067

Nama : Annas Fatih Dhanial Hakam (Gombloh)
NPA : 2008/XIV-RECHTA/123
No. HP : 085647686993
Alamat : Jl. M. Thamrin 17 Rt.001 Rw.004 Ngawi, Jawa Timu

Nama. : Nanang Nugroho ( Gepenk'96 )
NPA. : 2000/VI-RECHTA/065
Hp. : 0813 9445 0060
Alamat : Perus Sapta Pesona Jl. Manggis 18 / D2 Jatiluhur Jatiasih Bekasi...